Saturday, March 12, 2011

Lima Puluh Tahun Bakrie


15 Februari 1992

ULANG tahun ke-50 Kelompok Bakrie sungguh meriah. Sebuah helat besar, pekan lalu, dilangsungkan di stadion mini Pelita Jaya, Lebakbulus, Jakarta. Pesta ini dihadiri 20.000 orang, yang sebagian besar adalah karyawan Grup Bakrie. Ada defile tujuh grup, selain acara terjun payung dan hiburan. Usia setengah abad kelompok usaha pribumi itu -- diperkirakan minimal menghabiskan biaya Rp 200 juta, termasuk untuk mendatangkan Wiener Shymphony Orchestra -- memang pantas dirayakan dengan semarak.
Grup Bakrie terbilang istimewa, masuk dalam deretan 20 perusahaan besar Indonesia, dan ketahanannya mengarungi dunia bisnis patut diperhitungkan. Bermula dari perusahaan keluarga yang berjuang dari bawah, bersama dengan perubahan zaman, Grup Bakrie mampu berkembang dan bertahan dengan kekuatan sendiri. Cikal bakalnya adalah CV Bakrie & Brothers (BB), didirikan 10 Februari 1942 oleh Achmad Bakrie, seorang pemuda lulusan kursus dagang (Handelsinstituut Schoevers), di Telukbetung, Lampung.
Bidang usaha yang dirintisnya waktu itu adalah perdagangan kopi, cengkeh, dan lada. Setelah Indonesia merdeka, Achmad mulai menjajaki dunia ekspor-impor, yang jelas tidak mudah karena bidang tersebut waktu itu dikuasai oleh lima perusahaan Belanda. Namun, Achmad berhasil mengimpor tekstil, benang tenun, kosmetik, dan barang-barang kelontong dari kawasan Asia. Usaha di bidang manufaktur pipa baja -- akhirnya menjadi tulang punggung Kelompok Bakrie -- baru dimulai tahun 1959. Usaha ini terus berkembang hingga nama Bakrie & Brothers identik dengan pipa. Kini Bakrie dikenal sebagai produsen pipa baja terbesar di Asia Tenggara.
Sejak 1988 Grup Bakrie dikemudikan oleh putra sulung Achmad Bakrie, Aburizal Bakrie. Berada di tangan orang muda, grup ini tampil lebih agresif. Bahkan kini BB sudah bagaikan pohon rindang dengan 44 "cabang" perusahaan. Kelompok usaha itu dibagi menjadi tiga perusahaan induk, yakni PT Bakrie & Brothers, PT Bakrie Nusantara Corporation (BNC), dan PT Bakrie Investindo (BI). Sedangkan bidang usahanya dikelompokkan dalam tujuh direktorat, meliputi: properti dan hiburan, agribisnis, industri, jasa keuangan, elektronik, perdagangan, dan pertambangan. Bakrie telah pula merambah ke luar negeri. Perusahaannya ada di Australia (satu), Hong Kong (satu), dan Amerika Serikat (tiga), bergerak di bidang perdagangan, peternakan sapi, dan komunikasi. "Semua itu untuk supply teknologi pada BB tanpa membebaninya dengan risiko," kata Ical, panggilan akrab Aburizal. Maksudnya, semua murni saham milik keluarga Bakrie, dengan tujuan agar risikonya tak membebani 13.500 karyawannya.
Perkembangan Bakrie memang mengesankan. Total proyek yang kini tengah dikerjakan sampai tahun 1995 mempunyai aset US$ 1,28 milyar. Rinciannya, US$ 460 juta milik partner asing, sedangkan equity Grup Bakrie sebesar US$ 240 juta, di samping pinjaman US$ 580 juta. Jadi, kalau aset dalam negeri itu dibandingkan dengan utangnya, debt equity rationya adalah 1 : 2. "Maka, boleh dibilang, saat ini Bakrie lagi sehat-sehatnya," kata Ical. Tampaknya, Ical hendak membantah pendapat beberapa pengamat yang mengkhawatirkan utang Bakrie terlampau besar untuk ekspansinya yang melesat dengan cepat. Padahal, jika dilihat dari omsetnya, tahun lalu Grup Bakrie berhasil mencapai US$ 1 milyar. Itu jauh lebih besar dari omset tahun sebelumnya yang hanya US$ 375 juta. Toh masih ada juga yang menduga, Bakrie akan mengalami kesulitan likuiditas.
"Kesulitan likuiditas memang bisa saja terjadi. Tapi ekspansi Bakrie dilakukan di bidang yang betul-betul menguntungkan," kata Tanri Abeng, direktur pengelola Kelompok Bakrie. Tanri menunjuk contoh di bidang telekomunikasi, di mana Bakrie Electronics Company baru saja mendapat kontrak pemasangan 55.000 SST (satuan sambungan telepon). Investasi yang ditanam untuk membeli 10% saham Freeport senilai US$ 230 juta, hasilnya pastilah menguntungkan. Begitu pula pabrik PTA (purified terephthalic acid) di Merak, yang merupakan patungan dengan Mitsubishi Kasei Corporation. "Sebab, mitranya sudah sangat pengalaman, pasarnya pun sudah jelas," ujar Tanri.
Sukses yang diraih Grup Bakrie toh diakui banyak pihak. "Bakrie adalah salah satu grup pribumi yang top," kata Christianto Wibisono, Direktur Pusat Data Bisnis Indonesia, kepada Dwi Setyo dari TEMPO. Ia menilai Aburizal mampu membawa BB melangkah dari komoditi tradisional ke industri. Menurut Christianto, tantangan bagi Bakrie sekarang ini, apakah ia mampu memasuki pasaran bebas atau tidak. Sebab, selama ini Bakrie dinilainya masih sangat mengandalkan captive market di dalam negeri. Industri pipa, misalnya, semula masih sangat tergantung Pemerintah. "Kalau terus seperti itu, berbahaya. Sebab, terbiasa keenakan dan berpuas diri," ujarnya. Hal itu pun sudah diantisipasi oleh Ical. Diversifikasi usaha dihentikannya, dan intensifikasi mulai ditekuni. Sektor komunikasi, elektronik, kimia, dan baja dipusatkan di BB. Sedangkan bidang properti, perdagangan, pertambangan, dan jasa keuangan dikonsentrasikan di BNC.
"Sejak September 1989 saya sudah mengungkapkan, Bakrie tidak boleh bergantung pada market Pemeritah," ujar Ical. Sejak 1973 Bakrie memang memasok kebutuhan Pemerintah hingga 70%. Tapi tahun 1990 Bakrie beralih ke ekspor. "Jadi, sifat bisnis harus berubah. Dulu lobi harus kuat, tapi sekarang kita harus mengutamakan efisiensi dan produktivitas," kata Ical. Itu sebabnya, manajemen Bakrie akan dikelola secara lebih profesional. Pertengahan tahun ini Ical berencana akan menyerahkan urusan manajemen sepenuhnya kepada manajer profesional. Kabarnya, tanggung jawab itu akan diserahkan kepada Tanri Abeng, yang terkenal dengan julukan "manajer satu milyar". G. Sugrahetty Dyan K., Iwan Qodar, Susilawati Suryana

No comments:

Post a Comment