Saturday, March 12, 2011

Citra Bakrie Bersaudara Di Sawangan


07 April 1990
TEMPAT penggodokan atlet-atlet nasional mungkin kelak pindah dari Senayan ke Sawangan, siapa tahu. Di areal seluas 15 ha di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu Bakrie & Brothers menanamkan dana milyaran rupiah untuk sarana olahraga. Di sana perusahaan ini membangun kompleks Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) olahraga "Pelita Jaya" yang terus-menerus dilengkapi sarananya. Udara di sana lebih sejuk dibandingkan Senayan, yang mulai sumpek.

Dan Ahad pekan lalu, di kompleks itu, diresmikan sarana baru: kolam renang. Ini adalah satu satunya kolam renang di Indonesia berukuran 50 x 25 meter. "Ya, ini yang pertama di Indonesia," ujar Ketua Umum Persatuan Renang Pelita Jaya (PRPJ) Zoraya Perucha, menunjuk kolam berkedalaman 1,81 meter tadi. Kolam renang dengan 11 lintasan ini sesuai dengan standar Olimpiade dan Federasi Renang Internasional (FINA). Di samping kolam renang rencananya mulai Mei mendatang akan dibangun kolam loncat indah yang juga berstandar internasional.

Sebelum kolam itu diresmikan oleh Ketua Umum Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSl) Ginandjar Kartasasmita bersama Menpora Ir. Akbar Tandjung, PRPJ sudah aktif membina atlet-atlet renang. Klub renang ini adalah cabang olah-raga kedelapan yang dikelola oleh Persatuan olahraga (POR) Pelita Jaya. Di klub ini, selain dibina atlet-atlet pemula, juga bermukim atlet renang yang "sudah jadi" seperti Richard Sam Bera, Wirmandi Sugriat, Rainy Maria Awuy. Richard Sam Bera, pemegang empat rekornas, tadinya bergabung dengan klub tua Tirta Kencana. Pelatih Othman Siregar S.E., yang kini melatih di PRPJ, sebelumnya juga melatih di Tirta Kencana.

Bahwa atlet dan pelatih itu bisa "dibajak", barangkali karena di Sawangan ini sarana tersedia lengkap. Termasuk adanya asrama untuk atlet dan mes untuk pelatih. Di luar renang, Pusdiklat Sawangan baru dihuni dua cabang lain, sepak bola dan bola voli. Untuk cabang sepak bola, di sana terdapat dua lapangan bola. Yang satu dipakai klub Galatama Pelita Jaya, satunya lagi dipakai diklat sepak bola. Diklat mempunyai 27 siswa yang rata-rata berumur di bawah 19 tahun. Mereka berasal dari berbagai daerah di Tanah Air, dan direkrut lewat kejuaraan sepak bola yunior Piala Suratin, tentu saja biaya hidupnya ditanggung selama pendidikan. Soal teknis sepak bola, pendidikan di diklat itu sifatnya hanya pengembangan bakat karena mereka merupakan pemain yang umumnya punya modal cukup. "Untuk pematangan, mereka diharapkan bergabung dengan klub liga," ujar Har Suhardi, bekas Kepala SMA Ragunan yang direkrut ke Sawangan.

Setelah dua tahun di diklat, semua siswa diklat akan mulai dikenalkan dengan kompetisi. Mereka bergabung dengan Pelita Jaya Pratama, klub yunior yang berkompetisi di Persija Timur. Ketika siswa diklat mencapai usia 21 tahun, mereka bebas memilih masuk klub Galatama yang mana saja, tak harus Pelita Jaya. Sukian, misalnya, kini menjaga gawang Arema Malang Galatama, sedangkan Eddy Afrianto bermain untuk Asyaabab Surabaya. Sampai sekarang yang bergabung dengan Pelita Jaya cuma dua orang, Oktavianus dan Nanda Novelan. "Sampai sekarang ini kami merupakan tim inti kesebelasan nasional di bawah 19 tahun," ujar Kiswanto, seorang staf diklat.

Boleh berharap, dari diklat semacam ini akan lahir tim nasional yang tangguh, setidak-tidaknya calon pemain nasional karena pembinaan di klub-klub perserikatan atau juga di klub Galatama tak sepenuhnya lancar. Belum lagi masalah dana. Sementara itu, POR Pelita Jaya tak cuma punya diklat sepak bola, tetapi juga sebelumnya membangun Stadion Lebak Bulus di Jakarta Selatan senilai Rp 5,6 milyar. Masih di Sawangan, saat ini ada 14 atlet voli yang digembleng tiap hari. Sementara gedung voli belum lagi dibangun, mereka berlatih di gedung bulu tangkis. Ke-14 pemain voli klub Pelita Jaya, yang antara lain berlaga di kompetisi Galakarya, juga diasramakan di Sawangan. Asrama pemain voli ini masih bergabung dengan asrama diklat sepak bola. Sedangkan satu asrama lain berkapasitas 18 orang ditempati pemain sepak bola Pelita Jaya (Galatama), di samping lima rumah untuk pemain yang sudah berkeluarga.

Jadi, dari delapan cabang olahraga binaan Bakrie & Brothers, praktis baru renang, bola voli, dan sepak bola yang dibina di Sawangan. Bulu tangkis masih berlatih di Kosambi, Jakarta Barat. Klub bola basket Pelita Jaya berlatih di Jalan Senopati, Jakarta Selatan. Klub tenis berlatih di Hotel Hilton, olahraga berkuda di Pulo Mas, dan balap sepeda di Lampung. Nantinya, seluruh aktivitas olahraga Pelita Jaya akan bermarkas di Sawangan, kompleks yang baru dibangun pada 1987 itu. Dan proyek olahraga semacam ini, menurut Ketua Yayasan Pelita Jaya dan Chairman Bakrie & Brothers Ir. Aburizal Bakrie, penting untuk perusahaan karena perusahaannya tak tepat beriklan, seperti layaknya penghasil barang kebutuhan sehari-hari. "Yang kami butuhkan adalah public relations, citra perusahaan," kata Ical, panggilan Aburizal Bakrie.

Ditemui di lapangan tenis Hotel Hilton pekan lalu -- saat itu Ical berpasangan dengan Donald Wailan melawan dua atlet Pelita Jaya -- Ical menolak adanya "tekanan dari atas" untuk membangun proyek olahraga itu. Ia menyebut ada tiga alasan sampai perusahaannya terlibat dalam kegiatan olahraga: kegiatan sosial, public relations, dan dari sisi bujet bisa dibenarkan. Saat ini, kata Ical, biaya operasi proyek olahraga itu Rp 2,5 milyar setahun. Sedangkan proyek Pusdiklat Sawangan sendiri sudah menelan Rp 4,5 milyar. "Itu nggak besar, kok," ujar Ical. Dari omset perusahaannya yang Rp 750 milyar, biaya operasional semua proyek olahraganya cuma tiga perempat persen. Ditambah beasiswa yang disalurkan lewat Yayasan Achmad Bakrie, jumlahnya baru dua persen. "Nggak besar, kan? Coba bandingkan dengan Coca-Cola, yang biaya promosinya sampai sekitar 50% dari omset," ujar Ical lagi.

Hasilnya, walau masih ukuran dalam negeri, sudah mulai tampak: klub sepak bola Pelita Jaya menjuarai kompetisi Galatama 1988-89, dan Bagus Setiadi juara bulu tangkis antarperkumpulan. Nah, Bakrie & Brothers, yang punya 39 anak perusahaan, telah memulai. Kapan giliran konglomerat yang lain? Liston P. Siregar dan Toriq Hadad (Jakarta)


No comments:

Post a Comment