Sunday, March 20, 2011

STNK Lima Tahun, Siapa Untung


03 Juli 1993

ADA kabar melegakan buat pemilik kendaraan bermotor. Rabu pekan silam, Pemerintah mengumumkan bahwa perpanjangan surat tanda nomor kendaraan (STNK) diberlakukan lima tahun. ''Jadi, STNK dan pelat nomor tak lagi setiap tahun diganti,'' kata Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto. Dengan keputusan yang akan berlaku mulai 17 September nanti, pemilik mobil atau sepeda motor tak perlu pergi ke kantor polisi yang seatap dengan pajak atau Samsat itu saban tahun. Mungkin Anda tak perlu berdesak-desakan mencari formulir, antre membayar, atau dipungut sumbangan ini dan itu setiap tahun STNK habis. Benarkah?
Harap Anda tak keburu riang. Sebab, tiap tahun para pemilik mobil dan sepeda motor masih harus mengurus pengesahan STNK itu. Tiap tahun mereka mesti membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) dan dana kecelakaan lalu lintas atau SWDKLLJ. Misalnya, sebuah jip Taft 1987 akan dikutip Rp 272.000 untuk PKB dan SWDKLLJ sebesar Rp 15.000, dari tarif STNK sekitar Rp 300.000. Adapun pemilik sepeda motor juga mesti membayar Rp 30.000 untuk kedua jenis kutipan itu setiap tahun dari tarif STNK yang Rp 35.000. Memang, bagaimana pengaturannya, menurut Menteri Perhubungan, belum dirinci. ''Masih digodok. Apa dalam bentuk cap, stiker, atau peneng,'' katanya. Sementara itu, Dirjen Perhubungan Darat Soejono juga menambahkan, kantor yang menanganinya dan bagaimana koordinasinya pun belum ditetapkan. ''Tunggu akhir bulan ini,'' katanya kepada Robby D. Lubis dari TEMPO. Yang sudah dipastikan, menurut Soejono, pengesahan STNK setiap tahun ini masih diperlukan untuk memonitor identitas pemilik dan kendaraan bermotornya. Dan ada kemungkinan, katanya, kantor Samsat yang ada sekarang masih akan digunakan terus.
Pihak polisi yang selama ini menangani STNK mengkhawatirkan akan sulit mengawasi kendaraan bermotor. Apalagi ia merasa sudah berpengalaman dengan STNK model setahun itu. Misalnya, kata Deputi Kepala Polri Mayjen Koesparmono Irsan, petugas akan sulit mengawasi sebuah kendaraan bermotor dilengkapi STNK yang sebenarnya atau tidak. Belum lagi bila mobil atau sepeda motor itu dicuri. Hal itu akan segera ketahuan, katanya, bila STNK- nya diperpanjang setahun sekali. Di sisi lain, STNK lima tahun bisa pula ditafsirkan mengandung makna penghematan. Paling tidak, kira-kira saja untuk biaya administrasi dan pelat nomor. ''Selama ini setiap tahun dicetak 17 juta pelat nomor dengan biaya Rp 65 miliar,'' kata anggota DPR Muhammad Buang. Ia tak terlalu berharap banyak bahwa STNK lima tahun itu bakal meringankan masyarakat. ''Kalau alasannya sekuriti, dan masih membebani pemiliknya dengan biaya dan antre, itu sama saja bohong,'' katanya.
Dengan keputusan STNK lima tahun yang turun dari Rakor Polkam itu, yang mungkin perlu dipertanyakan adalah nasib PT Mindo Citra Upaya Data. Perusahaan ini pernah memenangkan tender proyek komputerisasi STNK senilai Rp 310 miliar sempat mengundang protes karena biaya administrasinya naik sekitar 15 kali lipat. Namun, menurut PT Mindo kepada TEMPO, investasinya cuma sekitar Rp 240 miliar. Dengan ketentuan baru itu, tentu PT Mindo perlu menghitung ulang dana untuk proyek itu. Maklum, ia sudah menanam Rp 48 miliar, dan memperhitungkan total investasinya baru balik modal plus untung sekitar empat tahun. Itu masih dengan hitungan lama yakni STNK diperpanjang setahun sekali. Perusahaan itu juga sudah mengalkulasi ulang, dengan memberlakukan peringkat biaya administrasi, yang tertinggi Rp 70.000 dari aslinya Rp 4.500, dan terendah untuk jenis bajaj, sepeda motor, Rp 10.000 dari Rp 2.500.
Kalau tak ada peninjauan ulang terhadap kontraknya, mungkin untung yang akan dipetiknya bakal buntung. Karena itu, PT Mindo perusahaan yang dimiliki oleh Sudwikatmono, Nirwan Bakrie, Aminuzal Amin, dan Sharif C. Sutardjo minta supaya proyeknya itu diperpanjang sampai sepuluh tahun dari rencananya lima tahun. Investasi PT Mindo untuk proyek komputerisasi STNK pun akan diciutkan. ''Sekarang kami hanya menganggarkan Rp 150 miliar,'' kata seorang eksekutif di perusahaan itu. Ini pun baru untung kalau permintaan PT Mindo untuk pembebasan bea masuk komputer dan pajak penjualan barang mewah diluluskan oleh Pemerintah. Dan satu lagi, adalah kewajiban membayar sewa transponder satelit (untuk menghubungkan jaringan informasi yang on line di 17 markas Polda dan lebih dari 200 kantor polres) dibebankan kepada Polri. Asal tahu saja, sewa transponder itu semula dianggarkan Rp 2,8 miliar setahun. ''Sekarang kami tak lagi sempat memikirkan keuntungan. Asal proyek ini jalan dan uang kembali, itu sudah bagus,'' kata sumber di PT Mindo.
Kalau ''jurus kelit'' ini diterima oleh Pemerintah, tampaknya PT Mindo boleh sedikit bernapas lega. Maklum, tuduhan memberatkan rakyat dengan menaikkan bea administrasi gara-gara proyek komputerisasinya belum surut. Dengar saja pernyataan Buang. ''Biaya administrasi dengan komputerisasi harus masuk kas negara. Kami mau mengusulkan anggaran komputerisasi masuk APBN,'' katanya. Maksudnya, tentu, agar DPR bisa mengontrolnya. ''Biaya yang dipungut dari rakyat harus diketahui DPR,'' katanya. Semua itu harus ditunggu. Siapa yang akan untung dengan STNK lima tahun? Ahmed Kurnia Soeriawidjaja dan Toriq Hadad

No comments:

Post a Comment