Saturday, March 12, 2011

Ini, Sambungan Swasta


10 Februari 1990
Ini, Sambungan Swasta Perumtel menandatangani proyek BOT dengan swasta. Di atas kertas, proyek itu memang sangat menguntungkan. DAFTAR tunggu permohonan sambungan telepon semakin hari semakin panjang. Dalam data Menparpostel Soesilo Soedarman yang dibeber di depan anggota Komisi APBN DPR-RI, 1 Februari lalu, tak kurang dari 540 ribu calon pelanggan telepon yang antre sampai Desember silam. Nah, untuk itu, Dirut Perumtel Cacuk Sudarijanto bersiap melakukan sesuatu, asalkan tidak keluar uang sepeser pun.

Memang, dari 1,4 juta SS (satuan sambungan) dalam Repelita V, pembangunan 800 ribu SS akan dipercayakan pada swasta. Sisanya yang 600 ribu SS ditangani Perumtel. Adapun pembangunan oleh swasta itu dilakukan menurut pola bagi hasil (PBH). Sistem PBH ini juga disebut sistem build, operate, transfer (BOT). Swasta menginvestasikan uang, Perumtel mengoperasikannya, dan hasilnya dibagi bersama. Setelah jangka waktu tertentu, swasta menghibahkan proyek itu kepada Perumtel. PBH ini sama sekali baru.

Untuk tahap pertama, 100 ribu SS mulai tahun ini dicoba dibangun di Jakarta oleh lima perusahaan swasta nasional. Mereka adalah PT Wahana Esa Sambadha, PT Elektrindo Nusantara, PT Bakrie & Brothers, PT Erakomindo Puranusa, dan PT Wahana Komunikatama. Disaksikan Menparpostel Soesilo Soedarman, Senin pekan ini, kelima swasta yang menyisihkan 40 pesaingnya dalam tender Perumtel itu menandatangani kontrak PBH bersama Perumtel. "Ini merupakan langkah awal. Jika sistem ini berhasil baik, akan dilanjutkan dengan beberapa swasta nasional," ujar Soesilo Soedarman. Cacuk Sudarijanto malah berkata, "Saya berharap sekali agar swasta-swasta lain akan tergugah. Sektor industri telekomunikasi kan sektor yang sangat prospektif," tuturnya.

Kelima swasta nasional tadi menanamkan modal tak kurang dari Rp 200 milyar (masing-masing antara Rp 34 milyar dan Rp 49 milyar). PT Wahana Komunikatama (WK), yang dipimpin Letjen. (Purn.) Kemal Idris, dengan investasi Rp 49,2 milyar. Diikuti PT Bakrie & Brothers (Rp 44 milyar), PT Wahana Esa Sambadha dari Summa Group (Rp 36,5 milyar), PT Elektrindo Nusantara dari kelompok Bimantara (Rp 34,9 milyar), dan Erakomindo Puranusa (Rp 34,7 milyar). Besarnya investasi ini berpengaruh terhadap jatah SS, masa bagi hasil, yang juga berkaitan dengan "basah" tidaknya lokasi yang digarap, serta besarnya persentase pembagian dengan Perumtel. WK, misalnya, memperoleh jatah 21 ribu SS tersebar di daerah Ancol, Kalideres, Gambir, Kalibata, dan Palmerah, dengan masa bagi hasil 9 tahun 1 bulan (1992-2001), dengan split 73 (WK) dan 27 (Perumtel).

Pada tahun 2001, bagian yang diperoleh WK kumulatif bakal mencapai Rp 152 milyar, dan Perumtel mengantungi Rp 75,1 milyar, dengan asumsi satu pulsa bernilai Rp 75 -- seperti yang berlaku sekarang. Artinya, belum genap 5 tahun WK sudah kembali modal. Tetapi Agoes Soelewah, Direktur WK, memperkirakan investasinya baru akan impas setelah tahun ke-7 masa PBH. Dalam pelaksanaan proyek ini, WK akan didukung oleh El Nusa, anak perusahaan Pertamina, Kanematsu dan Kyowa Dinse Tsu Kaisha (Jepang). Sementara itu, Elektrindo Nusantara memperoleh jatah 20 ribu SS di Kelapa Gading, Tebet, Semanggi II, dan Gambir, dengan masa PBH 6 tahun 2 hari (1992-1998). Bagi hasil yang disepakati adalah 70:30. Dari total investasinya yang Rp 34,9 milyar, pada 1998 secara kumulatif El Nusa akan mengempit Rp 84,2 milyar dan Perumtel Rp 54,09 milyar.

Kabarnya, banyak bank yang mengincar dan mau ikut membiayai proyek PBH ini. Mereka menawarkan bunga pinjaman 19% sampai 20%. "Kami masih menghitung-hitung, barangkali masih ada penawaran bunga yang lebih rendah," ujar Azis Mochdar, bos Elektrindo, berseloroh. Ya, benar juga. Bukankah kini bunga pinjaman bergerak turun? Bachtiar Abdullah, Linda Djalil, Sri Pudyastuti, dan Moebanoe Moera


No comments:

Post a Comment