Sunday, March 20, 2011

Harimau Cilik Itu Tidak Lagi Kampungan


30 Oktober 1993
SAYA jarang memuji orang,'' kata Rahim Sukasah. Pemimpin proyek khusus tim PSSI di bawah usia 19 tahun itu menyatakan kebanggaannya. Tim yang kini berlatih di klub Sampdoria ini banyak berubah. ''Mereka tidak lagi kampungan. Penampilannya lebih bagus. Mentalnya layak sebagai pemain bola,'' ujar Rahim. Jadi, tidak berlebihan jika tim ini kini dijuluki ''tim masa depan PSSI''. Pertengahan Juli lalu, 20 pemain terpilih itu, didampingi Pelatih Danurwindo, Suhatman, dan Harry Tjong, terbang ke Italia. Selain berlatih, mereka juga mengikuti kompetisi Primavera musim 1993-1994. Turnamen ini diikuti klub profesional Italia di bawah usia 20 tahun. Biaya proyek ini Rp 1,4 miliar. Yang Rp 1,2 miliar ditanggung 28 orang ''bapak angkat'', dan sisanya dari sponsor Ariston perusahaan alat rumah tangga.
Berhasilnya tim ini berlatih di sana adalah berkat Direktur Badan Tim Nasional PSSI, Nirwan Bakrie, yang punya jalinan bisnis dengan pengusaha di Italia. Lalu, Rahim Sukasah dikirim ke sana untuk meyakinkan Paulo Mantovani, Presiden Klub Sampdoria. Ternyata Sampdoria membuka tangannya lebar-lebar. Begitu juga Liga Italia. Tim ini resmi diasuh Sampdoria. Pola latihan diatur. Menu dikontrol. Malamnya juga ada secupuk nasi agar tidak menghilangkan cita rasa Indonesia. Tubuh mereka tidak kerempeng lagi. Berat badan naik rata-rata 2 kg. Tinggi tubuh anggota tim ini rata-rata 170 cm di bawah pemain Italia, yang rata-rata 180 cm. Tak aneh, ketika dites lari 100 meter (10 kali), mereka dipatok 17 detik. Ternyata, kemampuan mereka 13 detik per 100 meter. Ini sama dengan hasil kualifikasi seri A di Sampdoria.
Daya tahan pemain juga sudah oke. Jadwal latihan pagi pukul 08.00-10.00. Lalu istirahat, diselingi diskusi. Siang istirahat. Sore latihan lagi pada pukul 16.00-18.00. Dan malam ada evaluasi latihan. Di lapangan, Pelatih Romano Matte dari Sampdoria bukan cuma menginstruksikan keinginannya. Ia juga mempraktekkan gerak. Misalnya, setelah passing, pemain harus bergerak. Gerakan itu bisa dimulai dari tangan, lalu beralih ke kaki. Suasana di Ligura, tempat tim ini dilatih, juga mendukung. Warga di sana lebih syur membahas bola ketimbang bisnis. Itu yang membuat Rahim heran: ''Kapan mereka bekerja?'' Para remajanya bahkan memimpikan menjadi Gullit, Basten, atau Maradona daripada menjadi politikus. Di sana, berita sepak bola dimuat di halaman satu, sedangkan berita politik di halaman tiga. Bola adalah kebanggaan.
Saat pesawat yang ditumpangi Rahim melintasi Napoli kota yang tidak lebih baik dari Tanjungpriok kru memberitahukan, pesawat sedang melintasi kota itu. Di situlah klub Napoli, tempat Maradona dulu bergabung. Penumpang bertepuk tangan. Maradona seakan milik Napoli. Seorang pemilik bengkel di sana memilih utang untuk membeli tiket bola ketimbang nongkrong di rumah. Warga di sana memang fanatik bola. Mereka sportif, dan tidak akan ada ucapan cemooh jika melihat pemain di lapangan dibantai lawan. ''Di Kota Ligura, semua warga kenal pemain kita,'' kata Rahim. Bahkan, mereka menyenangi bicara anak-anak itu karena suaranya, menurut mereka, mirip suara makhluk dari planet lain.
Selagi Presiden Sampdoria, Mantovani (baru meninggal), memperkenalkan Ruud Gullit dan David Platt, yang kini bergabung di Sampdoria, yang pertama ditampilkan adalah tim khusus dari Indonesia. Besoknya, di koran-koran, tim ini dijuluki The Small Tiger from Indonesia. Secara psikologis, mental pemain Indonesia terlecut. ''Kalau anak-anak kita main, bukannya deg-degan, tapi bangga karena didukung penonton,'' cerita Rahim. Dalam beberapa penampilan, saat tim Indonesia lolos dari tekanan dan memukul balik, penonton bertepuk tangan. Kepala berdarah atau tangan benjol tidak jadi soal, asalkan tidak main ngawur.
Dalam penampilan pertama di kompetisi itu, tim Indonesia dipukul klub Lucchese 0-2, 25 September lalu. Awal Oktober lalu, Indonesia juga dikalahkan klub Prato 1-5 empat gol di antaranya lahir dari tendangan bebas. Pada pertandingan 16 Oktober lalu, Indonesia dihadang Sampdoria 1-4. Waktu itu, turun minum masih 1-1, lalu stamina tim Indonesia habis di babak kedua. Terakhir, Indonesia juga digilas Empoli 0-5 (0-0), 19 Oktober lalu. Lawan memang kuat. Sampdoria, misalnya, tiga pemainnya sudah bermain di Seri A Liga Italia. Jalan masih panjang, dan kompetisi belum berakhir. Masih ada 25 kali pertandingan. Dan tim ini juga bermitra tanding dengan tim amatir di Ligura. Hasilnya, Indonesia membantai lawan 4 atau 5 gol tanpa balas.
Selain itu, pada 8 November mendatang, ''Harimau Cilik dari Indonesia'' akan bermitra tanding dengan klub Juventus. Bulan berikutnya, tampil bertanding dengan tim nasional Italia di bawah usia 23 tahun, atau dengan tim seniornya. ''Kapan lagi kita melawan Baresi. Kalah 8-0 pun tidak apa. Kita mesti banyak belajar,'' kata Rahim. Nanti, setelah tim ini pulang ke kandang, target pun sudah disiapkan, yaitu diterjunkan ke Piala Asia di bawah usia 19 tahun, Mei tahun depan. Jika jadi finalis, otomatis lolos kualifikasi Piala Dunia di bawah usia 20 tahun. Untuk menentukan kemampuannya, tim ini akan diuji dengan tim PSSI asuhan Polosin. Dan yang baguslah yang dipilih untuk dibawa ke Asian Games 1994. Widi Yarmanto dan Andy Reza Rohadian

No comments:

Post a Comment