Saturday, March 12, 2011

Ekspansi, Bukan Bayar Utang


10 November 1990

SETELAH dua perusahaannya go public di Bursa Effek Jakarta, kini grup Bakrie mencari "lahan" yang lebih luas untuk menaburkan saham-sahamnya. Bakrie & Brothers kini mengincar pasar modal dalam maupun luar negeri. Kalau berhasil, nama Bakrie akan menjelajah pasar modal mancanegara, satu langkah yang kelak tentu akan ditiru oleh banyak perusahaan Indonesia lainnya. Convertible bonds (CB) disebut-sebut sebagai instrumen pasar modal yang cocok untuk tujuan Bakrie tersebut. Di sini bisa disebut sebagai "obligasi tukar", yakni obligasi yang bisa ditukar menjadi saham.
Sekitar Maret 1991, CB ini akan diluncurkan Grup Bakrie dalam upaya menambah modal dan ekspansi usaha. Itulah sebagian hasil penting rapat umum pemegang saham Bakrie & Brothers, Senin pekan lalu. Kalau peluncuran CB akhirnya terlaksana, Grup Bakrie yang didirikan di Lampung pada 1942 itulah yang pertama kali akan meraup dana luar lewat CB. Saat ini, Grup Bakrie menaungi 39 perusahaan yang terdiri dari tujuh divisi bisnis. Holding company Bakrie & Brothers (BB) dan United Sumatra Plantation, di bawah PT Bakrie Nusantara Corporation sudah menjual 30 persen sahamnya Februari lalu. Keuntungan BB, yang tahun lalu Rp 5,2 milyar, tahun ini ditargetkan menjadi Rp 10 milyar. Aburizal Bakrie, Direktur Utama BB, menargetkan jumlah karyawannya di tahun 2000 akan lipat dua menjadi 25 ribu -- kini 12 ribu.
Dengan proyeksi secerah itu, BB tentu saja membutuhkan investasi yang besar. Maka, lewat CB, Bakrie akan menjaring dana luar negeri. Untuk tahap pertama, akan diluncurkan CB senilai US$ 30-50 juta. Hasilnya akan dipakai untuk investasi di bidang pipa, kimia, dan juga proyek EPC (engineering, procurement, construction). "Dananya untuk ekspansi usaha, bukan untuk bayar utang," ujar Direktur Keuangan BB Drs. Lukman Arief. Di bidang pipa, BB akan lebih mengembangkan proyek pipa tanpa sambungannya (seamless pipe) yang sudah berjalan di Cilegon. Dana CB itu nanti juga akan dipakai untuk merealisasikan proyek patungan BB dengan Mitsubishi Kasei Corporation, untuk pabrik petrokimia seharga US$ 220 juta. Di proyek yang akan berlokasi di Cilegon itu, BB punya saham 20 persen, Kasei 70 persen, sementara International Finance Corporation punya andil 10 persen.
Mengapa Bakrie memilih CB untuk membiayai proyek-proyeknya? Menurut Aburizal, CB sangat diminati investor asing. Soalnya, obligasi jenis ini punya peluang untuk ditukar dengan saham dari perusahaan bersangkutan. Jangka waktu CB biasanya 7 sampai 10 tahun, sedikit lebih panjang dari obligasi biasa. Yang diperkirakan menarik para investor ialah bunga CB yang besarnya 3 sampai 5 persen (dalam dolar AS) per tahun. Ini berbeda dengan saham, yang nilai atau dividennya naik-turun. Walhasil, dalam CB tak dikenal istilah rugi. Repotnya, investor memang harus menunggu jatuh tempo dalam jangka panjang, sembari menikmati bunga yang diberikan tiap setengah tahun atau tiap satu tahun. Nilai nominal CB Bakrie ini belum ditentukan, karena masih dinegosiasikan dengan underwriter, Chase Manhattan Asia Limited (CMAL). "Yang penting kami sudah mendapat izin Bapepam," ujar Lukman Arief lagi.
Bedanya dengan saham, CB diluncurkan dengan nilai nominal ditambah premium, yang nilainya 25-40 persen, dan sedang dinegosiasikan antara BB dan Chase sebagai penjamin. Investor tentu suka premi sekecil-kecilnya, sedangkan emiten ingin premi sebesar-besarnya. Kalau premi terlalu tinggi, boleh jadi CB jadi tak menarik, apalagi kalau perusahaan tiba-tiba rugi besar. Jadi, investor juga perlu melihat berapa premi yang dipasang emiten. Misalnya sekarang BB meluncurkan CB dengan nilai nominal US$ 1.000, sedangkan harga saham BB sekarang di bursa Jakarta taruhlah Rp 12.250 atau US$ 6,68. Berarti, nilai nominal satu lembar CB milik BB itu sama dengan 149 lembar saham BB. Kalau CB diluncurkan dengan premium 25 persen, BB akan mendapat dana US$ 1.250 untuk tiap lembar CB. Jadi, sebenarnya nilai selembar CB setara dengan 119 lembar saham saja -- sebab penambahan premium membuat nilai selembar saham jadi US$ 8. Seumpama 10 tahun kemudian nilai saham BB jadi US$ 20 selembar, maka investor bisa menukarkan CB-nya dengan saham, dan untunglah dia sebesar US$ 12 untuk tiap lembar saham. Kalau 10 tahun kemudian nilai saham BB kurang dari US$ 8, investor bisa menjual CB-nya dengan harga nominal -- minus premium. Rugi? Mungkin tidak juga, kalau diingat investor menerima bunga selama itu.
Karena di bursa Jakarta belum diperdagangkan CB, listing CB milik BB ini akan dilakukan di bursa Luksemburg. Investor Indonesia juga boleh memiliki CB, lewat agen di sini. Kelompok Bakrie, yang tengah mengenalkan logo barunya -- berupa dua garis tebal lengkung dan tujuh bintang di atasnya -- konon menunggu harga sahamnya mencapai Rp 18 ribu selembar, barulah akan meluncurkan CB. Nah, bila Anda percaya grup Bakrie akan cepat maju dan berkembang, tak ada salahnya kelak membeli CB. Tapi kalau premiumnya tinggi, silakan berkonsultasi sebelum membeli. Toriq Hadad, Ardian Taufik Gesuri

No comments:

Post a Comment