Thursday, March 10, 2011

Brengsek, kata Aburizal Bakrie


06 Juni 1987

LAGI-lagi tim bulu tangkis Inlonesia jeblok. Tak satu pun pemain Indonesia yang bisa maju ke babak final kejuaraan dunia bulu tangkis di Beijing dua pekan silam. Sementara itu, Cina mengukir sejarah, dengan menjadikan diri satu-satunya negara yang pernah memborong semua gelar dalam kejuaraan dunia bulu tangkis yang sudah lima kali berlangsung. Bagi Indonesia - yang turun dengan jumlah pemain terbanyak sejak Kejuaraan Dunia 11 (1980 di Jakarta - inilah pil pahit kedua yang harus ditelan. Dalam kejuaraan IV di Calgary, Kanada (1985), Indonesia juga tak mendapat sebuah gelar.
Indonesia memang bukan lagi superpower dalam bulu tangkis. "Pemainnya, sih, sudah tidak punya anggapan begitu, hanya orang di luar lapangan yang masih menganggap kita besar," ujar Christian Hadinata, pelatih ganda putra. Spesialis ganda ini tak menunjuk jelas siapa yang dimaksudkannya. Tapi, Ivanna Lie, 27 tahun - yang pernah mengalahkan semua pemain putri terbaik dunia - lebih gamblang. "Heran, mengapa pengurus masih saja menganggap kita besar. Kita yang main, sih, sudah menyadari bahwa kita tertinggal. Coba, mana bibit baru yang bisa diandalkan, kecuali Susi?" kata Ivanna lagi.
Susi Susanti, yang hampir tak terpilih berangkat ke Bcijing, membuat kejutan dengan mengalahkan jagoan Denmark Kirten Larsen. Pelatih putri Soekartono terus terang nengakui adanya kesenjangan antara penain utama dan pratama. "Di bagian putri, arak prestasinya tak sebesar di putra, tapi bukan berarti kita tak akan kalah di Uber Cup nanti," katanya. Maka, Soekartono enderung memberikan kesempatan pada yang muda. "Kalau tetap harus kalah, 'kan ebih baik memberikan kesempatan itu pada yang muda." Tak cuma putri yang memprihatinkan.
Di bagian putra, peluang merebut kembali Piala thomas juga tipis. Di tunggal, praktis hanya cuk Sugiarto dan Eddy Kurniawan serta Ian Budi Kusuma yang bisa diandalkan. Christian Hadinata juga heran pada ganda utra Indonesia. "Mereka masuk lapangan  saja sudah takut kalah, akhirnya, Ya, kalah beneran. Saya heran, pemainnya atau pelatihnya yang goblok," katanya kesal. Kalau di kejuaraan yang tak penting, mereka main agus. Nah, giliran di kejuaraan yang diharapkan kok melorotnya nggak kira-kira. Padahal, semua sudah dilatih."
Rudy Hartono, salah satu pelatih tim putra, melihat perlunya pembinaan yang agak mendasar. "Kita tak bisa selalu mengandalkan crash program. Harus ada pembinaan jangka panjang," kata bekas juara All England delapan kali ini. Soal rendahnya Hb pemain, yang dipermasahkannya ketika akan berangkat, sekali lagi memang terbukti jadi salah satu penyebab melorotnya prestasi. "Bukan soal Hb yang kecil itu yang ingin saya kemukakan, tapi soal lain yang lebih mendasar dalam pembinaan. Misalnya, bagaimana melatih otot untuk kekerasan pukulan," tutur Rudy lagi. Yang model begini, kata Rudy, Cina sudah punya "bukunya" dan kita belum. Dan "buku" itu antara lain ada pada Tong Sin Fu alias Tang Hsien Hu, satu dari 20 orang yang sudah mendapat sertifikat tertinggi sebagai pelatih Cina. "Terus terang, banyak rahasia bulu tangkis Cina pada Tang Hsien Hu. Apa pun yang terjadi, Indonesia jangan melepas dia," kata So Boen Tjwan, pelatih daerah dari Xiamen. Namun, sebuah sumber TEMPO di Pelatnas menyayangkan belum terbukanya Tong untuk mendiskusikan metodenya. "Sudah setahun ia di Indonesia, tapi mana hasilnya?" kata sumber itu.
Apa pun alasannya, kejuaraan Beijing merupakan salah satu hasil terburuk PBSI dalam kejuaraan dunia. Tak heran kalau Ketua Bidang Dana PBSI, Aburizal Bakrie, sempat menghardik pemain di Hotel Yan Jing menjelang pulang ke Indonesia. Ia, antara lain, menyinggung soal buruknya mental bertanding dan disiplin pemain. Malah terdengar sempat terucap kata "brengsek", yang menggambarkan betapa ia kecewa. Lebih lagi, kalau diingat dana besar yang dikeluarkannya.
Tapi, para pemain tak mau begitu saja disalahkan. "Maunya, sih, menang, tapi kalau nggak jalan mau bilang apa? Apalagi ini kejuaraan dunia yang terakhir buat saya. Orang boleh omong apa saja, dan saya kira ucapan Pak Ical wajar. Cuma, tak benar kalau saya tak punya semangat bertanding," ujar Swie King, yang kalah dari pasangan Denmark Nirhoff/Kjeldsen. Icuk Sugiarto, pemain klub Pelita Jaya milik Bakrie Brothers, berkata lebih tandas. "Masa, saya dibilang pengecut, penakut, dan tak punya semangat. Saya 'kan satu-satunya yang masuk semifinal, harusnya ditunjukkan di mana salah saya. Kalau saya pengecut, masa saya berani datang ke Cina, dan mengalahkan Xiong Guobao. Kalau saya bisa menjaga kondisi saja, sudah bagus. Orang yang belum merasakan main bulu tangkis memang tak sepenuhnya mengerti," kata Icuk. Menurut Icuk, tak layak kalau ia dibandingkan dengan Susi Susanti yang mengalahkan Larsen. "Dia tak ada beban. Sedang saya dikenal orang dan disorot orang, lain jadinya. Mau nggak mau ada beban juga," katanya lagi.
Yang juga disorot adalah Litbang PBSI. Apa kerja Litbang sampai Rudy Hartono perlu membawa kamera video pribadi untuk merekam anak buahnya main, tanya sebuah sumber TEMPO. Malah, di antara pelatih, ada lelucon bahwa Litbang adalah singkatan "sulit berkembang". Thomas Cup dan Uber Cup tahun depan akan berlangsung. Kejuaraan Dunia VI malah dilangsungkan di Jakarta pada 199 nanti. Bagaimana harapan pemain kita ? Tahir Djide, Ketua Bidang Pembinaan PBSI, mengakui kemunduran pemain Indonesia, sementara tim Cina maju pesat. "Yang mereka alami sekarang adalah yang kila alami pada 1970-an. Itu semacam periodisasi keunggulan yang memang harus terjadi. oan itu melibatkan program pembmaan langka panjang," ujarnya. Toriq Hadad

Sumber: Majalah Tempo

No comments:

Post a Comment