Thursday, March 10, 2011

Bakrie Menembus Amerika


31 Januari 1987

DIRJEN Industri Mesin dan Logam Dasar Eman Yogasara jadi sopir truk. Dan pengusaha Aburial Bakrie, 40 jadi keneknya. Truk bermuatan puluhan pipa las baja PT Bakrie Pipe Industry (BPI) itu meluncur pelan ke halaman dan menjelang pintu keluar menabrak sampai putus untaian pita berhiaskan kembang dan balon warna-warni. Balon beterbangan ke udara, dan hadirin bertepuk tangan melepas ekspor perdana pipa baja buatan BPI, pekan lalu, di halaman pabrik di Bekasi, Jawa Barat.
Ekspor pertama pipa baja las lurus ukuran satu sampai delapan inci untuk saluran air sebanyak 500 ton itu patut dicatat - karena baru kali inilah pipa baja buatan Indonesia bisa menembus pasar Amerika. Maklum, selama ini hanya Brasil, Korea Selatan, Taiwan, Jepang, dan Kanada yang bisa memasukkan barang mereka ke sana. Itu pun hingga kini mereka dibatasi kuota, sekitar 700.000 ton per tahun. Pada tahap pertama, jatah ekspor yang bisa diraup BPI, cuma 1.000 ton, dengan nilai kontrak seluruhnya sekitar US$ 400.000. Permintaan ini bakal dikirim dalam dua gelombang. Gelombang pertama sebanyak 500 ton buat pemilik rumah di daerah Pantai Barat (California). "Dan selebihnya akan kami kirim untuk daerah Pantai Timur Februari ini," ujar Aburizal Bakrie, Direktur Utama BPI.
Menurut Ical, nama panggilan Aburizal Bakrie, proses penerobosan pasar AS in cukup alot. Penjajakan dimulai dua tahur lalu. Dan baru setelah lewat perantaraan C Itoh dan Marubeni, dua perusahaan Jepang yang membuka cabangnya di AS, produk BPI akhirnya bisa diloloskan. "Mula-mula kualitas produk kami diuji dulu oleh American Society of Testing Material (ASTM)," kata Ical. Lulus dan dapat sertifikat, BPI ternyata masih harus bertarung dalam harga. Kebetulan, harga pipa baja AS sendiri masih mahal, sekitar US$ 392 per ton. Pipa BPI yang ditawarkan dengan harga US$ 36 hingga 370 per ton, ternyata, menarik minat pembeli yang dikontak C. Itoh dan Marubeni. "Malah kami bisa bersyukur karena tetap dipilih, kendati harga kami sebenarnya sekitar 1 persen lebih mahal dibandingkan harga pipa dari negara yang kena kuota," tambah Ical.
Ada rahasia mengapa BPI bisa bersaing menjual produknya di AS itu. Antara lain, karena mereka bisa membeli bahan baku Hot Rolled Coil (HRC) lebih murah dari PT Krakatau Steel (KS). Harga bahan baku dari KS itu sekitar Rp 540 per kg sedangkan harga impor Rp 580. Sesudah itu, BPI masih mendapat modal kerja kredit ekspor berbunga rendah dari Bapindo. "Kami beruntung, karena sebagai pendatang baru tak kena kuota," katanya lagi. Pasar AS amat terbuka lebar untuk tahun-tahun mendatang ini. Sebab, tahun ini saja, negara nonkuota seperti Indonesia bisa punya peluang memasok sekitar 40.000 ton pipa baja untuk daerah Pantai Barat. Dan sekitar 600.000 ton lagi untuk daerah Pantai Timur. Maka, jika bisa bersaing dalam harga dan mutu, menurut Dirjen Industri Mesin Eman Yogasara, para pembuat pipa baja lain di sini akan bisa menyusul jejak BPI.
Dari duit hasil ekspor itu, Ical sudah pula menanamkan ancang-ancang untuk memperluas kapasitas produksi pabriknya. Selama ini pabrik mereka cuma memproduksi tiga jenis pipa baja (pipa minyak, pipa air dan pipa konstruksi) dengan pelbagai ukuran. Dari 1 hingga 16 inci, dengan kapasltas produksi sekitar 120.000 ton per tahun. Jumlah ini akan ditingkatkannya sampai 1989 mendatang, sambil juga membuat juga pipa lain berukuran lebih tebal sampai 20 inci. Siapa bilang eskpor nonmigas tidak cerah ? . M.S., Laporan RN (Jakarta)

Sumber: Majalah Tempo

No comments:

Post a Comment